วันอาทิตย์ที่ 4 มกราคม พ.ศ. 2558

Shalat Tarawih


 
BAB I
PENDAHULUAN

Silih bergantinya hari dan bulan merupakan suatu nikmat yang besar bagi ummat manusia. Betapa Allah telah melimpahkan rahmat serta hidayahnya sehingga sebagai umat muslim kita dapat menjumpai bulan nan suci ini. Sungguh berbahagialah orang – orang yang beriman.
Berkenaan dengan Bulan Ramadhan maka tak lupa ibadah shunnah yang kita laksanakan pada malam harinya yakni Sholat Tarawih,maka berikut kami akan membahas tentang Sholat Tarawih.
Pengertian Secara bahasa, kata tarawih (ﺗﺮاوﯾﺢ) adalah bentuk jama' dari bentuk tunggalnya, yaitu tarwihah (ﺗﺮوﯾﺤﺔ). Maknanya secara bahasa adalah istirahat. Tapi yang dimaksud adalah duduk dengan jeda waktu agak lama di antara rangkaian rakaat-rakat shalat itu. Secara syariah, shalat tarawih adalah : shalat sunnah yang hanya dilakukan pada malam bulan Ramadhan, dengan dua-dua rakaat, dimana para ulama berbeda pendapat tentang jumlahnya.


BAB II
RUMUSAN PERMASALAHAN

1.      Lafadz hadist yang di takhrij
2.      Kajian Hadits
3.      Bacaan yang di baca saat Tarawih
4.      Status hukum hadist

BAB III
PEMBAHASAN

1.                   Lafadz hadist yang di takhrij

Sejak zaman dahulu umat Islam seringkali disibukkan dengan perdebatan tentang jumlah rakaat shalat tarawih. Ada yang berpendapat 20 rakaat plus tiga rakaat witir, ada yang berpendapat 8 rakaat plus 3 rakat witir. Bahkan ada juga yang melakukannya dengan 36 rakaat, atau tidak membatasi jumlahnya.



1.      Dua Puluh Rakaat / Dua Puluh Tiga Rakaat

As Suyuthi mengatakan, “Telah ada beberapa hadits shahih dan juga hasan mengenai perintah untuk melaksanakan qiyamul lail di bulan Ramadhan dan ada pula dorongan untuk melakukannya tanpa dibatasi dengan jumlah raka’at tertentu. Dan tidak ada hadits shahih yang mengatakan bahwa jumlah raka’at tarawih yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 20 raka’at. Yang dilakukan oleh beliau adalah beliau shalat beberapa malam namun tidak disebutkan batasan jumlah raka’atnya. Kemudian beliau pada malam keempat tidak   melakukannya agar orang-orang tidak menyangka bahwa shalat tarawih adalah wajib.”
Ibnu Hajar Al Haitsamiy mengatakan, “Tidak ada satu hadits shahih pun yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat tarawih 20 raka’at. Adapun hadits yang mengatakan “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat (tarawih) 20 raka’at”, ini adalah hadits yang sangat-sangat lemah.” (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Quwaitiyyah, 2/9635)
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Adapun yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari hadits Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di bulan Ramadhan 20 raka’at ditambah witir, sanad hadits itu adalah dho’if. Hadits ‘Aisyah yang mengatakan bahwa shalat Nabi tidak lebih dari 11 raka’at juga bertentangan dengan hadits Ibnu Abi Syaibah ini. Padahal ‘Aisyah sendiri lebih mengetahui seluk-beluk kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu malam daripada yang lainnya. Wallahu a’lam.” (Fathul Bari, 6/295)

            Para pemuka ilmu fiqih Islam yang sudah sampai level mujtahid mutlak, yaitu jumhur (mayoritas) ulama, baik dari mazhab Al-Hanafiyah, sebagian kalangan mazhab AlMalikiyah, mazhab Asy-Syafi’iyah dan mazhab Al-Hanabilah telah berijma’ bahwa shalat tarawih itu berjumlah 20 rakaat. 1 Pendapat 20 rakaat ini juga didukung oleh Ad-Dasuki yang mengatakan bahwa para shahabat dan tabi’in seluruhnya melakukan shalat tarawih 20 rakaat.1 Ibnu Abidin mengatakan bahwa shalat tarawih 20 rakaat adalah amalan yang dikerjakan oleh seluruh umat baik di barat maupun di timur. 2 Ali As-Sanhuri mengatakan bahwa shalat tarawih 20 rakaat adalah amal yang dikerjakan oleh semua manusia dari masa lalu hingga masa kita sekarang ini di semua wilayah Islam.3 Sedangkan Al-Malikiyah menyebutkan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih selain 20 rakaat adalah 36 rakaat. Al-Hanabilah mengatakan bahwa shalat tarawih 20 rakaat dilakukan di hadapan shahabat dan sudah mencapai kata ijma’, dimana nash-nash tentang itu amat banyak.4 Al-Hanabilah juga mengatakan bahwa shalat tarawih jangan sampai kurang dari 20 rakaat, dan tidak mengapa bila jumlahnya lebih dari itu.5  Masjid Al-Haram di Mekkah dan masjid An-Nabawi di Madinah Al-Munawwarah sampai kini masih menerapkan shalat tarawih dengan 20 rakaat, sebagaimana disaksikan dan dikerjakan oleh semua jamaah umrah Ramadhan secara langsung. Pendiri perserikatan Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, semasa hidup beliau juga melakukan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat, sebagaimana disebutkan oleh Prof. Dr. Ali Mustafa Ya’qub, MA. 6  Padahal umumnya warga Muhammadiyah telah diarahkan oleh Majelis Tarjihnya untuk mengerjakan shalat tarawih hanya 8 delapan rakaat.  Hadhratus Syeikh KH. M. Hasyim Asy’ari pendiri Jam’iyah Nahdhatul Ulama, juga melaksanakan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat di masa hidupnya.
 
2.      Tidak Ada Batasan 

Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, “Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan), termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh mengerjakan sedikit raka’at. Siapa yang mau juga boleh mengerjakan banyak.” (At Tamhid, 21/70)
Selain itu juga ada pendapat yang menyebutkan bahwa shalat tarawih tidak ada batasan jumlah rakaatnya, boleh dikerjakan berapun jumlahnya. Sebagaimana disebutkan oleh As-Suyuti. Ibnu Taimiyah juga tidak memberikan batasan minimal atau maksimal jumlah rakat tarawih. Beliau menganjurkan shalat tarawih dilakukan antara bilangan 10 hingga 40 rakaat
3.      Delapan Rakaat \ Sebelas Rakaat
           “Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, dia mengabarkan bahwa dia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?”. ‘Aisyah mengatakan,
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” “(HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)


Adapun shalat tarawih 8 rakaat plus witir 3 rakaat, tidak ada seorang ulama pun yang menyebutkannya dari kalangan salaf bahkan hingga sepanjang 14 abad ini sejarah Islam, kecuali pendapat orang-orang di akhir zaman, seperti AshShan’ani (w.1182 H), Al-Mubarakfury (w. 1353 H) dan AlAlbani. Ash-Shan’ani penulis  Subulus-salam sebenarnya tidak sampai mengatakan shalat tarawih hanya 8 rakaat, beliau hanya mengatakan bahwa shalat tarawih itu tidak dibatasi jumlahnya. Sedangkan Al-Mubarakfury memang lebih mengunggulkan shalat tarawih 8 rakat, tanpa menyalahkan pendapat yang 20 rakaat. Tetapi yang paling ekstrim adalah pendapat Al-Albani yang sebenarnya tidak termasuk kalangan ahli fiqih. Dia mengemukakan pendapatnya yang menyendiri dalam kitabnya, Risalah Tarawih, bahwa shalat tarawih yang lebih dari 8 plus witir 3  rakaat, sama saja dengan shalat Dzhuhur 5 rakaat. Selain tidak sah juga dianggap berdosa besar bila dikerjakan. Sayangnya, pendapat Al-Albani yang bermasalah itu kemudian dijadikan rujukan satu-satunya dalam bertaqlid buta oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah, tanpa penelitian yang mendalam lewat ilmu kritik hadits.

2.                   Kajian Hadits

Kajian Hadits Sebenarnya yang menjadi titik perbedaan para ulama tentang jumlah bilangan rakaat shalat tarawih adalah karena tidak ada hadits yang menyebutkan berapa jumlah rakaat shalat tarawih Rasulullah SAW yang meyakinkan secara mutlak. Yang ada hanyalah hadits tentang jumlah rakaat yang shalat tarawih yang dilakukan oleh para shahabat seluruhnya saat shalat itu dihidupkan kembali di masa khilafah Umar bin Al-Khattab.  Dari sanalah umat Islam mengambil kesimpulan bahwa kalau seandainya para shahabat seluruhnya sepakat melakukan shalat tarawih di masa Umar dengan 20 rakaat, maka logikanya, jumlah itulah yang dulu digunakan oleh Rasulullah SAW. Sedangkan hadits yang menyebutkan secara langsung bahwa Nabi SAW melakukan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat bukan sekedar dhaif jiddan tapi sampai pada derajat mungkar, matruk dan maudhu‘.  Teks hadis ini adalah dari Ibn Abbas, ia berkata :

كاَنَ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى فِي رَمَضَا نَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَاْلوِتْرَ
 
                   “Nabi SAW melakukan shalat pada bulan Ramadhan dua puluh rakaat dan witir”. 
                         Hadis ini diriwayatkan Imam al-Thabrani dalam kitabnya al-Mu‘jam al-Kabir. Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Abu Syaibah Ibrahim bin Utsman yang menurut Imam al-Tirmidzi, hadis-hadisnya adalah munkar. Imam al-Nasa‘i mengatakan hadis-hadis Abu Syaibah adalah matruk. Imam Syu‘bah mengatakan Ibrahim bin Utsman adalah pendusta. Oleh karenanya hadis shalat tarawih dua puluh rakaat ini nilainya maudhu (palsu) atau minimal matruk (semi palsu). 
Demikian pula hadits yang menyebutkan bahwa Rasululah SAW 8 rakaat dalam tarawih juga tidak kurang derajatnya dhaifnya dari yang 20 rakaat.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِاللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : صَلي بِنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلمَ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ ثَمَانِي رَكْعَاتٍ وَالْوِتْرَ

“Rasulullah SAW mengimami kami shalat pada malam bulan Ramadhan sebanyak delapan rakaat dan witir”.  Hadis ini diriwayatkan Ja‘far bin Humaid sebagaimana dikutip kembali lengkap dengan sanadnya oleh al-Dzahabi dalam kitabnya Mizan al-I‘tidal dan Imam Ibn Hibban dalam kitabnya Shahih Ibn Hibban dari Jabir bin Abdullah.
Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama ‘Isa bin Jariyah yang menurut Imam Ibnu Ma‘in, adalah munkar alhadits (hadis-hadisnya munkar).  Sedangkan menurut Imam al-Nasa‘i, ‘Isa bin Jariyah adalah matruk (pendusta). Karenanya, hadis shalat tarawih delapan rakaat adalah hadis matruk (semi palsu) lantaran rawinya ternyata seorang pendusta yang haditsnya tidak boleh dipakai, harus ditinggalkan.  Sayangnya, justru hadits inilah yang dijadikan oleh Al-Albani dalam menunjang pendapatnya bahwa shalat tarawih itu 8 rakaat. Padahal hadits ini oleh banyak ulama dipermasalahkan, lantaran ada perawi yang bernama Isa bin Jariah ini.  Konon Al-Albani mengikuti pendapat Al-Mubarakfury, ulama dari India, dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi fi Syarh Jami At-Tirmizy ketika menerima hadits Jabir ini sebagai hadits shahih. Alasan Al-Mubarakfury adalah bahwa hadits ini ada di dalam dua kitab shahih, yaitu shahih Ibnu Khuzaemah dan shahih Ibnu Hibban. Pendapat ini dikritisi oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar AlAsqalani, lantaran menurut beliau, Imam Ibnu Khuzaemah termasuk orang yang agak tasahul atau memudahkan dalam meloloskan keshahihan hadits.  Sebenarnya tidak mentang-mentang suatu hadits tertulis di kedua kitab shahih itu, lantas dia sudah pasti 100% shahih. Lain halnya bila tercantum di dua kitab shahih Bukari dan Muslim, seluruh ulama telah berijma’ bahwa kedua kitab shahih itu menjadi jaminan bahwa semua hadits yang termaktub di dalamnya adalah hadits yang shahih. Sebaliknya, bila hanya tercantum di dalam shahih Ibnu Khuzaemah dan Ibnu Hibban, tidak selalu bisa dipastikan keshahihannya. Lepas dari perdebatan ini, pada intinya hadits Jabir yang dijadikan landasan oleh Al-Albani adalah hadits yang oleh banyak ulama dipermasalahkan derajatnya.
Jadi bila disandarkan pada kedua hadits di atas, keduanya bukan dalil yang kuat untuk rakaat 8 atau 20 dalam tarawih. 
Namun, perlu diketahui, hal itu bukan berarti shalat delapan rakaat atau dua puluh rakaat itu tidak boleh. Sebab yang dibahas di sini adalah bahwa hadis shalat tarawih delapan rakaat dan hadis tarawih dua puluh rakaat itu kedua-duanya maudhu atau minimal matruk. Jadi shalat tarawih dengan delapan rakaat atau dua puluh rakaat, kedua-duanya boleh dilakukan karena tidak ada keterangan yang konkret tentang jumlah rakaat shalat tarawih Nabi.

3.                   Bacaan Hukum Dalam Tarawih

Doa atau wirid yang dibaca diantara sela atau jeda di dalam rakaat-rakaat shalat tarawih sebenarnya tidak memiliki dasar masyru'iyah dari Rasulullah SAW. Baik wirid itu dalam bentuk doa atau zikir atau syair-syair yang biasa dilantunkan oleh para jamaah, kesemuanya tidak ada kaitannya dengan apa yang diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW maupun para shahabat. 
Sehingga bila anda mendapati di setiap shalat tarawih ada perbedan bacaan, karena memang tidak ada dasarnya, sehingga masing-masing penyelenggara shalat tarawih berimprovisasi sendiri-sendiri. Terkadang mereka meniru ucapan-ucapan dari tempat lain yang tidak mereka sendiri tidak tahu dasar masyru'iyahnya. Apalagi maknanya sehingga semua itu berlangsung begitu saja tanpa kejelasan hukumnya. 
Disinilah sesungguhnya kita umat Islam dituntut untuk belajar secara serius tentang praktek ibadah kita langsung dari sumber yang muktamad dan kepada para ulama yang faqih di bidangnya.

4.                   Status Hukum Hadits

Sedangkan hadits yang shahih dimana semua kalangan menerimanya secara bulat, sama sekali tidak menyebut jumlah rakaat shalat tarawih.

 ‘‘Siapa yang shalat pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala Allah, maka allah akan mengampuni dosanya (yang kecil-kecil).‘‘ (HR. Bukhari)

Dan khusus bagi yang menjalankan shalat tarawih adalah ijma atau konsensus para sahabat Nabi SAW, dimana pada masa Khalifah Umar bin al-Khattab, Ubay bin Ka‘ab menjadi imam shalat tarawih dua puluh rakaat, dan tidak ada satu pun dari sahabat Nabi yang memprotes hal itu. 



BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulannya bahwa rakaat yang terdapat dapat shalat tarawih itu tidak ada batasan dalam melaksanakannya.karena, dalam hal ini pun para ulama madzhab berbeda pendapat mengenai berapa rakaat dalam shalat tarawih, maka yang harus kita lakukan adalah mengikuti apa yang Nabi lakukan dan menggambil dalil dari Al qur’an dan sunnah.

BAB V
PENUTUP
Demikianlah makalah ini saya buat mohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan di dalamnya karena di dalamnya masih jauh kurang sempurna dan terimakasih kepada dosen pengampu yang telah membimbing selama ini , semoga kita selalu berada menjadi hamba yang di ridhoi oleh Allah S.W.T Amin Ya Robbal Alamin.



DAFTAR PUSTAKA
·       Sarwat Ahmad.2011.Seri Fiqih Kehidupan.Kuningan:Setiabudi Jakarta Selatan
·       Software Hadits Explorer


Alamat Blog : http://aekasit789.blogspot.com/

ไม่มีความคิดเห็น:

แสดงความคิดเห็น